BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri yang bergerak di bidang pakan ternak di
Indonesia bervariasi, mulai dari industri besar sampai industri kecil.
Industri-industri tersebut mempunyai hasil produk berupa pakan ternak dengan
kualitas dan kuantitas yang berbeda. Bahan baku merupakan salah satu faktor
yang menentukan kualitas ransum. Sifat fisik merupakan salah satu metode uji
kualitas bahan baku yang sangat penting selain uji secara kimia dan biologis.
Data mengenai sifat fisik beberapa bahan baku pakan masih jarang, sehingga
belum ada standar mutu secara baku mengenai sifat fisik bahan baku pakan.
Penyediaan pakan ternak unggas di Indonesia saat ini
masih mengalami kendala, satu diantaranya adalah masih tingginya komponen
penyusun ransum berupa pakan import. Tentu saja hal ini secara langsung
berimplikasi terhadap tingginya harga pakan pada tatanan konsumen. Sampai saat
ini sekitar 80% dari seluruh komponen penyusun ransum unggas merupakan produk
import seperti corn gluten meal (CGM), bungkil kedelai, meat bone
meal (MBM) dan tepung ikan. Bungkil kedelai sampai saat ini masih merupakan
komponen utama sumber protein nabati pada pakan unggas di Indonesia.
Kondisi demikian diperlukan upaya untuk mencari
pakan sumber protein lain sebagai alternatif bungkil kedelai pada ransum
unggas. Bahan pakan tersebut disyaratkan tersedia secara kontinyu, produksinya
terkonsentrasi pada suatu tempat dan secara sosial dapat diterima oleh
masyarakat. Salah satu bahan pakan tersebut adalah bungkil kelapa sawit yang merupakan hasil samping agroindustri
pengolahan sawit menjadi minyak sawit (palm kernel oil).
1.2 Rumusan Masalah
1.
Alasan bungkil inti sawit dijadikan pakan
alternative untuk ternak.
2.
Kandungan nutrisi pada bungkil inti
sawit.
3.
Cara pembuatan bungkil inti sawit.
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
tata cara pembuatan bungkil kelapa sawit agar dapat menjadi ransum alternative
ternak dan sebagai pemenuhan nilai tugas mata kuliah Iptek Bahan Pakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa sawit (Elaeis quneensis jacq)
merupakan tanaman yang termasuk keluarga palma yang tumbuh baik di daerah
tropis, di Nigeria disebut Orbignya cohune (Hartadi et al., 1980 dalam
Aritonang, 1984). Kelapa sawit berasal dari Afrika Barat yang mempunyai
iklim tropis sejalan dengan perdagangan budak dari Afrika, bangsa Inggris dan
Portugis membawa kelapa sawit ke Amerika.
Kelapa sawit mempunyai bunga yang
terdapat dalam satu tandan dan bergerombol. Buah kelapa sawit berwarna merah
kehitaman dan mengkilap. Bagian luar dinding buah tebal dan sangat berserat
sedangkan bagian dalam buah berwarna putih, bagian dinding tersebut sangat
kasar. Tanaman kelapa sawit mulai
dipanen pada umur 3,5-4,5 tahun sejak pembibitan.
Tanaman ini menghasilkan buah sepanjang
tahun dan umur ekonomisnya 25 tahun. Buah umumnya berupa berondolan yang
terpaut erat dalam bentuk tandan buah. Buah terdiri dari tiga bagian yaitu
dinding buah (mesocorp), tempuraung
(cangkang atau shell), dan inti (kernel). Setiap pohon mengandung 6 tandan
buah yang tumbuh dan matang secara berurutan. Setiap tandan mengandung sekitar
250-600 buah berbentuk berondolan, jumlahnya meningkat menurut umur dan semakin
baik penyebarannya. Setiap tandan buah beratnya sekitar 5-30 kg, sekitar 60-65%
adalah berondolan. Dalam buah kelapa sawit terdapat biji (nut) dan didalam biji terdapat inti sawit sekitar 4-4,5% dari berat
tandan segar.
Bungkil
kelapa sawit merupakan salah satu hasil samping pengolahan inti sawit dengan
kadar 45-46% dari inti sawit. Bungkil kelapa sawit umumnya mengandung air
kurang dari 10% dan 60% fraksi nutrisinya berupa selulosa, lemak, protein,
arabinoksilan, glukoronoxilan, dan mineral. Bahan ini dapat diperoleh dengan
proses kimia atau dengan cara mekanik (http://www.bungkil-inti-sawit).
Bungkil
inti kelapa sawit dapat digunakan untuk memenuhi energi dan protein. Bungkil inti
kelapa sawit mempunyai kandungan protein yang rendah tetapi berkualitas baik.
Ternak yang mendapatkan campuran bungkil inti sawit akan mendapatkan lemak yang
berkualitas baik. Bungkil kelapa sawit mempunyai kandungan protein dan lisin
lebih rendah dari bungkil yang lain tetapi mempunyai daya cerna yang tinggi.
Walaupun kandungan protein bungkil inti kelapa sawit rendah dibandingkan dengan
bungkil lain seperti bungkil kedelai (44%), bungkil kacang tanah (52%) dan
bungkil kelapa (22%) tetapi bungkil kelapa sawit mengandung asam amino yang
cukup lengkap. Selain mengandung asam amino yang lengkap, bungkil kelapa sawit
mempunyai imbangan kalsium dan fosfor yang serasi. Kandungan kalsium bungkil kelapa
sawit sebesar 0,34%, fosfor sebesar 0,69% dan magnesium sebesar 0,16%.
Banyaknya
bungkil kelapa sawit yang digunakan untuk bahan pakan ternak berkisar 5 %.
Lebih dari itu akan beresiko menurunkan tingkat konsumsi pakan dan berdampak
menurunkan tingkat produksi ataupun laju pertambahan berat badan. Itupun jika
harganya cukup murah dan bisa diterima setelah proses formulasi. Melihat
kandungan nutrisinya (protein 16 – 18 % dan tingkat ketersediaannya berkisar 65
%), bungkil kelapa sawit cocok digunakan sebagai sumber protein dan sumber
energi. Untuk penggunaan dalam pakan ternak
diperlukan penambahan beberapa asam amino esensial seperti lysine, methionine
dan tryptophan.
Kandungan nutrisi
Bungkil Kelapa Sawit
Kandungan
nutrisi
|
Bungkil
kelapa sawit
|
Setelah difermentasi
|
Bahan
kering, %
|
90
|
89,48
|
Serat
kasar
|
21.7
|
18,6
|
Energi
Metabolis (kkal/kg)
|
2087
|
2413
|
Protein,
%
|
14,2
|
22,95
|
Asam
Amino, %
|
||
Methionin
|
0.41
|
0,51
|
Lisin
|
0.49
|
0,59
|
Literatur lain menyebutkan kandungan
nutrisi bungkil kelapa sawit adalah sebagai berikut :
No
|
Zat makanan
|
Kandungan (%)
|
1
|
Bahan kering
|
92.12
|
2
|
Abu
|
4.01
|
3
|
Protein
|
12.94
|
4
|
Serat Kasar
|
24.88
|
5
|
Lemak Kasar
|
3.81
|
Keunggulan lain dari bahan makanan
ini adalah kemungkinan digunakannya sebagai prebiotik. Prebiotik diterjemahkan
sebagai komponen bahan makanan atau zat makanan yang tidak tercerna oleh enzim
pencernaan, akan memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan mikroba yang
bermanfaat bagi ternak. Zat yang paling sering digunakan sebagai prebiotik
adalah karbohidrat dalam bentuk oligofruktosa, oligamanosa, beta mannan
dan oligogalactosa.
Kajian pada dekade terakhir
memberikan hasil yang menggembirakan bahwa pemberian bungkil kelapa sawit pada
ayam pedaging menurunkan populasi mikroba pathogen seperti Salmonella
enteriditis dan meningkatkan populasi mikroba yang bermanfaat buat ternak
seperti bifidobakteria.
Kondisi ini bisa dijelaskan bahwa
hampir 40% komponen yang terdapat dalam bungkil kelapa sawit adalah beta
mannan. Keampuhan beta mannan sebagai prebiotik telah banyak dipublikasi, dan
produknya telah dipasarkan dalam bentuk BioMOS. Akan tetapi produk yang ada di
pasaran ini diekstrasi dari Yeast. Walaupun secara enzymatik, beta
mannan tidak tercerna oleh ternak unggas karena ketiadaan enzyme mannanase,
akan tetapi pencernaan secara fisik akan terjadi melalui proses penghancuran
beta mannan ke dalam bentuk yang lebih sederhana yakni mannan oligosaccharida,
atau mungkin kedalam bentuk yang paling sederhana yakni manosa.
Zat-zat inilah yang bertanggungjawab
dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh ternak. Mekanismenya, mannan
oligosachharida yang tidak tercerna akan bergerak menuju caeca dan akan
difermentasi oleh mikroba yang spesifik memanfaatkan manose sebagai komponen
utama mannan, seperti salmonella yang bersifat patogen. Keberadaan subtrat ini
akan menarik mikroba patogen (mematikan) ini untuk meninggalkan dinding usus
dan menempel pada substrat. Karena tidak tercerna, maka substrat ini akan
dibuang dalam bentuk feses, dan ini berati bakteri patogen juga ikut terbuang.
Mekanisme lain mungkin terjadi adalah karena substrat mannan oligo saccharida
juga ikut meningkatkan populasi bifidobakteria. Bakteri ini akan mensekresi
bactericidal yang akan mempengaruhi pertumbuhan species Salmonella.
Cara pembuatan
bungkil inti sawit adalah sebagai berikut :
|
|
Tandan buah segar
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sterilizer
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Mesin pengupas
|
|
|
|
|
|
|
|
Buah terkupas dan sabut
|
|
|
Tandan buah
kosong
|
|
Digester
|
|
|
|
|
Penekanan atau pemutaran
|
|
|
Sisa daging buah
|
|
Minyak kasar
|
|
|
|
|
Penyaringan
|
|
|
Pengeringan dan pemisahan serat
|
|
Minyak tersaring
|
|
|
biji
|
|
Pembersih secara mekanis
|
|
|
Pengeringan
|
|
Pati
minyak
|
|
|
Pemecah biji
|
|
Minyak bersih Kulit
|
|
|
Pemisahan inti sawit
|
|
Minyak
inti sawit
|
|
|
Kulit inti
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ekstraks
|
Bungkil
sawit
|
|
BAB
III
PEMBAHASAN
Harga
ransum jadi untuk ternak terus meningkat. Ransum jadi biasanya merupakan
formulasi campuran biji-bijian (pada umumnya jagung) dan hasil ikutan pertanian
(bungkil kedelai, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil inti sawit, dan polard).
Melonjaknya harga pakan jadi menyebabkan banyak usaha ayam pedaging/petelur
bangkrut. Harga konsentrat sapi perah pun ikut meningkat.
Kenaikan
harga ransum jadi disebabkan oleh tingginya komponen bahan pakan impor, seperti
bungkil kedelai dan tepung ikan. Apalagi akhir-akhir ini industri bahan bakar
minyak mulai merambah bahanbahan nabati seperti jagung, kelapa sawit, dan ubi
kayu. Semua itu akan makin melambungkan harga pakan
Setiap hari kita
melihat kelapa sawit. Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan
industri farmasi.
Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena
keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi,
mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya,
mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh
dalam bidang kosmetik.
Minyak inti menjadi
bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan
buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna
merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung
minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang
disebut bungkil inti sawit itu
digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya
digunakan sebagai bahan bakar dan arang.
Bungkil kelapa sawit dapat digunakan
sebagai bahan pakan ayam karena mengandung protein, karbohidrat, mineral dan
sisa minyak yang masih tertinggal. Penelitian Lubis (1980) menunjukkan konversi
pakan yang terendah pada ayam pedaging yang menggunakan tambahan bungkil kelapa
sawit sebanyak 5 persen. Dalam penelitian Hartadi (1983) pada ayam pedaging
berumur 2 sampai dengan 8 minggu mendapatkan kenaikan berat badan dan konversi
pakan akibat pemberian bungkil kelapa sawit. Pada penelitian Sugeng (1994)
didapati bahwa bungkil kelapa sawit yang difermentasi dengan ragi tempe dengan
konsentrasi 0, 1, 2, 3
Walaupun kandungan protein bungkil
kelapa sawit rendah dibandingkan dengan bungkil lain seperti bungkil kedelai
(44%), bungkil kacang tanah (52%) dan bungkil kelapa (22%) tetapi bungkil
kelapa sawit mengandung asam amino yang cukup lengkap. Selain mengandung asam
amino yang lengkap, bungkil kelapa sawit mempunyai imbangan kalsium dan fosfor
yang serasi. Kandungan kalsium bungkil kelapa sawit sebesar 0,34 persen, fosfor
sebesar 0,69 persen dan magnesium sebesar 0,16 persen.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Salah satu
faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian bungkil kelapa sawit pada
ternak non ruminansia adalah kandungan serat kasar yang tinggi karena sulit
dicerna oleh alat pencernaan unggas.
4.2 Saran
Faktor lain yang
perlu diperhatikan dalam penggunaan bungkil kelapa adalah nilai nutrisi
dibatasi oleh kandungan asam amino lisin dan metionin yang rendah. Oleh karena
itu pemberian pakan bungkil kelapa sawit ini harus dibatasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2009. Pemanfaatan Bungkil
Kelapa Sawit. http://wordpress.com.
Anonim, 2009. Bungkil Kelapa Sawit
dan Kandungannya. http://scribd,co,id.
Siregar, Zulfikar. 2010. Bungkil
Kelapa Sawit. http://myblog’ss.com
Suratno. 2011. Proses Sawit. http://tanurieen.html.